Rahim Pengganti

Bab 134 "Sebuah Rahasia Besar"



Bab 134 "Sebuah Rahasia Besar"

0Bab 134     

Sebuah Rahasia Besar     

Tawa Carissa seketika pecah ketika mendengar apa yang menjadi alasan suaminya bersikap seperti ini. Sedangkan Bian hanya mendengus kesal, pria itu tahu jika saat ini istrinya itu sedang menertawakan dirinya yang tiba tiba bisa berkata seperti itu.     

"Udah ketawa aja terus, suami sendiri kok tega banget di ketawain."     

"Itu Mas kamu tuh lucu banget sih kamu enggak perlu jadi orang lain untuk bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kamu. Kamu itu adalah suami yang paling luar biasa terbaik suami yang sangat bertanggung jawab baik untuk aku, Melody, bahkan untuk Ryu dan seluruh keluarga kita. Kamu punya cara tersendiri untuk menyampaikan apa yang ada di dalam hati kamu, jadi tidak usah menjadi orang lain hanya untuk terlihat."     

Bian memeluk istrinya itu, Carissa benar dirinya tidak perlu menjadi orang lain hanya untuk diakui.     

"Terima kasih sayang. Aku begitu beruntung memiliki kamu istri yang terbaik."     

"Aku juga beruntung, diberikan suami yang sangat bertanggung jawab dan terbaik seperti kamu. Ayahnya Melody dan Ryu."     

***     

Sudah tiga hari mereka berada di villa dan hari ini rencananya mereka semua akan pulang ke Jakarta. Bunda Iren tidak ikut dalam rombongan itu karena, mau pergi ke panti asuhan mengecek beberapa hal di sana. Orang yang menjaga untuk panti asuhan sudah ada yang baru sehingga bunda Iren sudah bisa seperti sebelumnya datang dan menginap di rumah Carissa secara bergantian lagi.     

Mobil yang dikendarai oleh Bian berjalan dengan sangat santai, kali ini hanya mereka berempat yang mengisinya. Siska pergi bersama dengan Elang, Jodi, dan juga Andrian. Mereka akan mengantarkan bunda Iren ke panti asuhan. Sedangkan mobil om Arga diisi dengan Tante Elsa, Bila, dan Aulia.     

Melody dan Ryu duduk di kursi belakang. Mobil Bian sudah di buat supaya lebih nyaman sehingga kedua anaknya betah berada di dalam mobil. Mereka berangkat sedikit siang dan pasti jalanan akan macet seperti sebelumnya. Itulah kenapa, Carissa meminta untuk merubah bentuk mobil mereka.     

"Bunda ngantuk," ujar Melody. Carissa menoleh ke arah belakang. "Bobo aja sayang, itu bantalnya." Melody segera mengambil bantal dan, mulai memejamkan matanya. Melihat hal itu membuat Carissa tersenyum, diliriknya Ryu yang lebih dulu memejamkan matanya.     

"Melody tidur mirip kamu banget mas," ujar Carissa.     

"Harus dong. Anaknya siapa dulu, kalau ngikutin orang lain bahaya sayang."     

"Ha … ha … ha tapi si adek gak loh Mas. Syukur deh, biar ngikutin bunda aja. Tidurnya diam gak banyak ulah."     

"Iya bunda gak banyak ulah, kalau udah capek. Coba kalau gak capek, mendesah terus."     

Mendengar hal itu sontak membuat Carissa memukul lengan suaminya, semakin hari Bian selalu berkata yang abstrak seperti ini, untunglah saat ini Melody sedang tertidur, jika tidak sudah banyak pertanyaan yang akan di lemparkan oleh anak balita itu. Bahkan sempat membuat, Carissa lelah dengan semua pertanyaan demi pertanyaan yang diucapkan oleh Melody.     

Di lain tempat mobil yang dikendarai oleh bunda Iren sudah sampai di panti asuhan, mereka semua turun dari mobil dan beristirahat sejenak.     

"Kalian masuk, istirahat dulu. Nanti bunda buatkan cemilan."     

Semuanya senang, karena memang wanita itu begitu sabar dan baik. Saat masuk ke dalam panti, anak anak ternyata baru saja selesai kerja bakti di sekitar panti. Hal itu membuat Jodi dan Andrian berdecak kagum dengan kemandirian anak anak di sana.     

"Di minum dulu teh jahe nya. Bunda tinggal sebentar ya, kalau kalian mau tidur ada dua kamar di depan. Sri tolong disiapkan kamarnya, mungkin kakak kakaknya mau istirahat."     

"Gak usah Bun, kita di sini aja. Enak kalau mau tidur. Suasananya adem," ujar Elang.     

"Iya bunda. Kami di sini aja gak masalah," sahut Jodi. Bunda Iren tersenyum, suasana panti ini memang sangat berbeda. Masih banyak pohon disekitar sehingga membuat semua orang yang pergi ke tempat itu nyaman.     

Bunda Iren lalu meninggalkan ketiganya, Siska ikut masuk ke dalam kamar. Wanita itu ingin berganti pakaian yang lebih santai.     

"Lo udah pernah ke sini Joe?" tanya Andrian. Jodi yang memejamkan matanya hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Lo juga Lang?" tanya Andrian lagi.     

"Iya udah sering gue ke sini. Kenapa?" tanya Elang balik.     

"Lo berdua curang. Harusnya ajak gue kek, suasana di sini adem banget. Gue mau cari rumah yang modelan nya seperti ini."     

"Yang kalau diajak susah. Banyak alasannya itu siapa sih Lang, yang selalu ada aja gak bisanya. Selalu ada aja, ini itu nya siapa?!"     

Andrian langsung menampilkan raut wajah cemberutnya, ketiga nya saling berdiam satu dengan lainnya, kursi yang ada di ruang tamu sudah ditempati oleh mereka. Jodi sudah masuk ke alam mimpi, sedangkan Elang masih sibuk dengan handphone nya.     

Panti asuhan ini, sudah di renovasi oleh Bian. Pria itu sudah membenahi beberapa tempat supaya anak anak yang masih berada di panti bisa merasakan hal yang sama dengan orang lainnya.     

"Kamu bawa deh ini keluar, biar lebih nyaman lagi tidurnya mereka," ucap bunda Iren. Siska langsung mengambil, bantal tersebut dan berjalan menuju ruang tamu di mana mereka berada.     

Hal pertama yang di lihat oleh Siska adalah ketiga tertidur di sofa, Siska berjalan ke arah Jodi dan Andrian.     

"Mas bangun, ini ada bantal," ucap Siska. Andrian membuka matanya lalu mengambil bantal tersebut, dan kembali memejamkan matanya. Siska lalu, berjalan ke arah Jodi.     

"Mas … mas Jodi, bangun ini ada bantal." Namun, Jodi tidak bergerak sedikit pun. Pria itu tetap tidur, melihat hal itu membuat Siska meletakkan bantalnya di atas badan Jodi. Siska kembali berjalan ke arah Elang, gadis itu tidak membangunkan Elang dirinya meletakkan bantal tersebut di kepala calon suaminya.     

"Selamat istirahat Mas," ucap Siska. Dirinya lalu beranjak dari tempat tersebut. Namun, baru beberapa langkah tangan Siska di tahan oleh Elang. Siska lalu menoleh ke arah pria itu yang masih menutup matanya. "Mas Elang gak tidur?" tanya Siska. Elang membuka matanya dan tersenyum ke arah Siska. Pria itu menarik tangan Siska hingga membuatnya terjatuh ke atas tubuh Elang. Hal itu membuat, Siska terkejut akan kelakuan Elang seperti ini.     

"Mas!!" pekik Siska. Sedangkan Elang hanya tersenyum manis melihat raut wajah panik Siska.     

"Lepas mas kalau di lihat oleh bunda, gak enak." Tapi bukannya, melepaskan Elang malahan semakin memeluk Siska dengan erat, hal itu membuat kedua wajah mereka semakin dekat.     

Hingga Elang mulai mendekatkan bibir mereka masing masing namun, suara pekikan dari arah belakang dan benda terjatuh membuat Siska langsung mendorong Elang.     

"Ahhh!!" pekik orang tersebut. Bukan cuma Siska dan Elang yang panik, tapi juga Jodi serta Andrian yang sedang tidur terbangun dan segera membuka matanya.     

"Ada apa ini?" tanya bunda Iren, wanita itu sangat kaget ketika mendengar suara Sri yang berteriak.     

"Maaf Bund. Tadi aku terkejut saat melihat mbak Siska ada di atas badannya Mas Elang," ucap Sri dengan polos. Semua orang yang ada di sana terkejut dengan ucapan yang dilontarkan oleh Sri, bukan hanya terkejut tapi Siska juga malu karena ke gep di panti asuhan.     

"Bun aku bisa jelasin. Tadi tangan nya, Mas Elang menahan tangan aku, jadinya aku jatuh di atas badannya Mas Elang."     

Bunda Iren geleng geleng kepala, melihat tingkah laku Elang yang benar benar luar biasa aneh. Bunda Iren lalu, meminta Sri untuk membereskan barang yang terjatuh tersebut. Sedangkan Siksa sudah malu wajahnya merah akibat hal itu. Jodi dan Andrian yang sejak tadi menahan tawanya akhirnya lepas juga. Kedua orang itu tertawa dengan begitu lepas.     

"Astaga Lang, kalian berdua ada ada aja. Meracuni mata anak sepolis Sri, kan jadinya kasihan dong dia harus melihat adegan ++ di depan mata," ujar Andrian. Elang melempar bantal ke arah Andrian dengan mata yang sudah melotot tajam ke arahnya.     

"Mulut lo Andrian, gak pernah di rubah. Ketahuan banget kalau kurang belaian," ucap Elang.     

"Maklum aja lang, belum pernah merasakan pelepasan jadinya mulutnya gitu," sambung Jodi.     

Elang dan Jodi tertawa bahagia, saat melihat raut wajah Andrian yang sudah cemberut dan kesal dengan ucapan yang dilontarkan oleh mereka. Pria itu lalu pergi meninggalkan teman temannya dan berjalan keluar panti, banyak pemandangan yang masih begitu asli. Bian dan Carissa memang sengaja membuat tempat ini seperti itu, agar suasananya selalu dirindukan.     

***     

Pukul 16.00 sore mereka berempat pamit, bunda Iren meminta menginap namun, karena ketiga pria itu ada meeting penting sehingga tidak bisa. Siska memeluk erat bunda Iren, di Minggu ke depan tidak akan bertemu karena masih ada beberapa hal yang harus di selesaikan oleh bunda Iren.     

"Aku pergi dulu ya Bun. Bunda harus jaga kesehatan, gak boleh capek," ucap Siska.     

"Pasti sayang. Kamu juga ya nak, ingat kalian mau nikah udah gak lama lagi, jadi kalian juga harus menjaga tubuh kalian, Elang juga jangan terlalu diforsir kerjanya."     

"Siap bunda pasti."     

Siska memeluk bunda Iren dengan begitu erat, setelah itu baru mereka pamit. Namun, sebelum itu Elang kembali mendekati bunda Iren dan memeluknya lagi. "Elang minta maaf kalau banyak buat salah sama bunda. Bunda adalah ibu yang luar biasa, terima kasih sudah mau sayang dengan Elang," bisiknya.     

Mendengar ucapan itu membuat Bunda Iren meneteskan air matanya ada perasaan tidak nyaman dengan ucapan yang dilontarkan oleh Elang. Namun, wanita itu tetap memberikan senyuman indahnya setelah itu Elang masuk ke dalam mobil. Mobil tersebut lalu, berjalan meninggalkan area panti.     

Bunda Iren, masih setia menatap ke arah mobil itu, entah kenapa apa yang diucapkan oleh Elang sangat mengganjal hatinya.     

"Semoga kebahagian selalu ada bersama kita semua."     

***     

Rencana pernikahan Elang dan Siska sudah menghitung hari, semua persiapan sudah mencapai 100% membuat semua orang begitu sibuk. Beberapa kali, Mama Elang selalu pergi bersama dengan bunda Iren menemani Siska atau Carissa untuk melengkapi semua kebutuhan acara.     

Sama seperti saat ini, Carissa sedang bersa Siska di salah satu salon yang di rekomendasikan oleh Mama Elang. Wanita paruh baya itu sudah membooking tempat untuk bisa digunakan oleh Siska dan Carissa juga ikut dalam perawatan tersebut.     

"Mbak apa ini gak berlebihan?" tanya Siska. Carissa menggelengkan kepalanya, wanita itu mengerti dengan apa yang ada di pikiran adik iparnya itu. Apalagi dengan sangat jelas Mama Elang memberikan banyak fasilitas dan juga kemewahan untuk Siska yang sudah terbiasa hidup dengan biasa biasa saja.     

"Gak kok. Mbak yakin, Mama pengen kasih yang terbaik untuk kamu. Wajar kalau beliau seperti ini kepada calon menantunya," jelas Carissa.     

"Tapi mbak …,"     

"Udah nikmati aja lah, besok kamu akan capek. Jadi hari ini harus kamu nikmati supaya besok jadi fresh," pontong Carissa. Siska menganggukkan kepalanya, keduanya mulai masuk ke dalam ruangan salon.     

Tiga jam berlalu, Siska dan Carissa baru saja selesai perawatan mereka berdua lalu pergi ke tempat makan berlama lama di dalam salon keduanya jadi lapar.     

"Makan di sana aja mbak, enak kayaknya makan yang panas panas di cuaca yang seperti ini," ucap Siska. Saat ini di luar Mall, hujan begitu deras. Tadi Bian menelpon mereka menanyakan apakah mereka sudah selesai atau belum karena hujannya tidak berhenti sejak satu jam yang lalu.     

"Okei ayo," balas Carissa. Keduanya lalu masuk ke dalam resto, dan mencari tempat untuk duduk.     

Setelah selesai memesan makanan, Siska dan Carissa duduk di tempat yang begitu indah.     

"Kamu makin cantik loh dek," ucap Carissa.     

"Mbak … ihhh, gak loh biasa biasa aja," balas Siska.     

"Loh emang loh, apalagi besok pagi lebih cantik lagi Elang pasti begitu terpesona melihat kamu dek."     

"Mbak mah bisa aja."     

Tak lama makanan yang sudah di pesan sudah dihidangkan di depan mereka berdua. Keduanya mulai, memakan makanan yang mereka pesan. Ponsel Carissa berdering, sebuah panggilan video terekam di sana.     

"Hallo," sapa Carissa.     

"Bunda dimana … kenapa lama kali pulangnya. Kakak udah kangen," ucap Melody. Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh anaknya itu membuat Carissa tersenyum. Sejak tadi, di dalam salon Melody sudah menelpon bahkan mengirimkan voice not kepada Carissa.     

"Bunda masih sama Onty sayang. Sekarang lagi makan, sebentar lagi pulang," balas Carissa.     

"Onty Siska mana?" tanya Melody.     

Carissa lalu memberikan ponselnya ke arah sang adik ipar. Siska segera mengambil ponsel tersebut, terlihat jelas raut wajah Melody cemberut anak kecil itu sudah seperti orang dewasa yang sedang menunggu anaknya pulang.     

"Kenapa sayang."     

"Lama kali Onty ajak bunda pergi, kakak sama adek udah kangen kali loh. Kakak gak bisa tidur tanpa bunda," ucap Melody.     

Siska dan Carissa yang mendengar hal itu, hanya bisa menahan tertawa. Apalagi Bian dan Andrian yang ada di sana, kedua laki laki itu hanya bisa menjadi pendengar saja dari ucapan yang dilontarkan oleh Melody.     

"Anak lo drama queen banget sih Bian. Astaga gue gak tahu, entar besarnya bakalan jadi apa."     

Bian hanya bisa menghela nafasnya saja, apa yang diucapkan oleh Andrian memang benar adanya. Dirinya saja sebagai seorang ayah masing sangat sulit untuk mengerti anak anaknya yang benar benar pintar.     

Melody terus mengoceh menanyakan banyak hal, kemana dan apa saja yang dilakukan oleh Carissa dan Siska saat di salon. Lalu muncul sebuah pertanyaan, kenapa dirinya tidak diajak padahal Melody pengen ikut bunda dan Onty nya pergi.     

"Nanti kakak pergi bareng bunda ya. Lain waktu kita pergi ya nak," ucap Carissa.     

"Oke bunda. Kakak tutup ya videonya," balas Melody.     

Panggilan tersebut, lalu di akhiri Carissa dan Siska kembali melanjutkan makannya yang tertunda.     

***     

Semua orang di dalam ruangan ini sangat tegang, apa lagi bunda Iren yang sudah sejak tadi membuang muka kepada orang yang baru datang dan duduk di depan mereka semua.     

"Ada perlu apa anda datang kemari," ucap Bian dengan nada datar. Pria itu menatap begitu tidak suka ke arah pria muda yang saat ini sedang duduk di depannya. Kedatangan pria itu benar bena tidak terduga, pria itu menghela nafasnya berat.     

"Saya kemari atas keinginan bapak Andi. Beliau ingin menyampaikan sesuatu namun, tidak bisa langsung bertemu."     

"Apa yang diinginkan pria tua itu?" tanya bunda Iren dengan anda bicara tinggi. Wanita itu sudah menahan sejak tadi, Siska yang berada di sana segera mendekati bunda Iren. Siska tahu jika bunda Iren sudah seperti ini, maka hal itu pasti sudah membuatnya tidak nyaman.     

"Maaf nyonya Iren. Jika kedatangan saya mengganggu waktu kalian semua."     

"Jelas!! Memang, seharusnya anda tidak perlu datang kesini. Kami tidak menerima anda," jawab bunda Iren dengan ketus.     

"Saya langsung saja. Di sini, saya hanya ingin menyampaikan pesan dari pak Andi. Beliau ingin bertemu dengan anak nya, karena ada hal yang ingin di sampai kan kepada nona Carissa."     

Deg     

Deg     

Deg     

Jantung Carissa berdetak dengan sangat cepat. Wanita itu terdiam mendengar namanya disebut oleh pria yang ada di depan mereka saat ini. Nafas bunda Iren sudah tersengal sengal. Wanita paruh baya itu, bingung harus bersikap seperti apa. Tatapan mata mereka saling bertemu, terlihat jelas bahwa dari mata Carissa wanita itu bertanya tanya tentang maksud dari perkataan orang tersebut.     

Tiga puluh menit berlalu, pria tersebut sudah pulang saat ini Carissa menatap ke arah suaminya dan juga bunda Iren.     

"Bun, ini ada apa?" tanya Carissa.     

Bunda Iren menahan nafasnya sejak tadi air mata nya sudah ingin mengalir, tapi masih dirinya tahan supaya tidak mengalir.     

"Mas kamu sudah tahu? Mas ada apa ini? Kenapa kalian semua diam? Apa yang terjadi, apa yang tidak saya ketahui? Ada apa?" Carissa melemparkan banyak pertanyaan kepada semua orang tersebut, namun mereka masih saja diam tidak     

Bunda Iren beranjak dari duduk, lalu menuju ke arah kamar melihat hal itu membuat Carissa terdiam, wanita itu menghela nafasnya kecewa. Carissa menatap ke arah Bian, namun suaminya itu juga diam. Bian tidak tahu, harus mengatakan seperti apa. Harus bersikap seperti apa, karena dirinya takut salah menyampaikan.     

Tak lama bunda Iren keluar dari dalam kamarnya, wanita itu membawa sebuah kotak berwarna cokelat lalu duduk di samping Carissa dan mulai membuka kotak tersebut.     

"Kamu buka dan baca setiap bagian yang ada di dalam kotak terus," ucap bunda Iren. Carissa mulai membuka, kotak tersebut satu demi satu surat yang ada di kotak terus. Ekspresi wajah Carissa tidak bisa berbohong, wanita itu begitu terkejut dengan apa yang dirinya tahu. Sungguh rasanya saat ini hati Carissa begitu hancur, wanita itu tidak tahu harus bersikap seperti apa, karena memang hal seperti ini tidak terbayangkan oleh diringnya.     

"Nama ibu kamu adalah Utami, wanita baik kami berdua bersahabat bunda sangat tahu bagaimana sikap dan tingkah laku Utami. Semua hal yang dirasakan oleh Utami, selalu dia curhatkan kepada bunda. Lalu Utami, jatuh cinta dengan seorang pria yang awalnya bunda tidak tahu siapa orang tersebut," ucap bunda Iren.     

Bunda Iren menceritakan semua, bagaimana mereka bertemu lalu membahas mengenai apa yang menyebabkan semua itu terjadi. Bukan hanya Carissa yang kaget, tapi juga Bian dan Siska kedua nya baru tahu sebuah rahasia besar yang selama ini tidak mereka ketahui. Sebuah kenyataan yang sangat sulit untuk di terima untuk mereka.     

Semuanya di bahas oleh bunda Iren, wanita itu membuka semua luka lama yang selama ini terpaksa dirinya tutupi.     

"Selama Ratih hidup, dia selalu meminta bunda untuk tidak memberitahukan semuanya. Karena dia tahu, luka ini begitu sakit. Itulah kenapa bunda selalu menyimpan semuanya. Bahkan sampai detik ini, jika orang suruhan pria tua itu tidak datang mungkin sampai sekarang kalian tidak akan pernah tahu mengenai hal ini." Bunda Iren menjeda pembicaraannya, wanita itu menarik nafas panjang.     

"Kalian boleh marah dengan bunda, kalian juga boleh membenci bunda. Tapi bunda lakukan hal ini karena, tidak mau lebih dalam menyakiti hati kalian. Bunda tahu, kenyataan ini sangat sulit bahkan akan banyak hati yang terluka itulah kenapa bunda selalu menyimpan semuanya sendirian."     

Setelah mengatakan hal itu, bunda Iren terisak menangis di sana hatinya sedikit lebih legah. Bian merangkul istrinya pria itu memeluk Carissa dengan begitu erat. Dirinya tahu bagaimana terlukanya sang istri, dirinya tahu bagaimana perasaan Carissa saat ini.     

"Bund," ucap Siska. Bunda Iren mengangkat kepalanya dan menatap ke arah tersebut. Siska langsung memeluk erat Bunda Iren, keduanya menangis dengan penuh haru.     

"Terima kasih sudah menyimpan semua rasa ini, terima kasih sudah mau ikut sakit karena kami. Aku selalu mencintaimu Bun," ucap Siska.     

Carissa lalu beranjak dari duduk mendekat bunda Iren, dan segera memeluk ketiganya saling berpelukan. Semua yang terjadi bukan salah bunda Iren, semuanya karena kehendak Tuhan.     

Pernikahan Carissa dan Bian, pertemuan dan perpisahan semuanya takdir Tuhan. Mereka saling berpelukan, meluapkan semua sesak di dalam dada, malam ini menjadi malam yang begitu berarti. Semua hal telah terungkap sebuah rahasia bersama juga terbongkar. Tidak ada lagi, hal yang ditutup tutupi, semuanya sudah mengetahui hal itu.     

"Sekarang kalian tidur. Besok adalah acara penting untuk Siska. Pagi pagi sekali, kita harus berangkat ke tempat acara," ujar bunda Iren.     

Pernikahan Siska dan Elang akan diadakan pukul 15.00 sore, di sebuah hotel bintang lima. Dan seharusnya malam ini mereka sudah berada di hotel namun, sebuah insiden terjadi sehingga mereka semua tidak jadi berangkat. Bunda Iren mengajak Siska masuk ke dalam kamar, mata anaknya itu sudah bengkak. Wanita itu segera mengompres nya agar tampilan Siska besok terlihat cantik.     

Begitu juga dengan Carissa dan Bian, keduanya masuk ke dalam kamar mereka. Carissa tidak menyangka jika, dirinya masih memiliki seorang Ayah. Laki laki yang selama ini dirinya rindukan. Namun, sebuah fakta menyakitinya, orang tua yang dirinya ingin bertemu ternyata orang yang begitu kejam.     

"Ayo tidur. Jangan dipikirkan, semua akan baik baik saja," ucap Bian. Carissa tersenyum, wanita itu berusaha untuk terlihat baik baik saja. Meskipun saat ini di dalam hatinya tidak, Carissa tidak mau membuat suaminya itu bersedih sehingga dirinya harus berusaha untuk bisa tersenyum dan tertawa.     

***     

Di sebuah ruangan intensif seorang pria paruh baya terbaring dengan sangat lemah. Sudah banyak alat di dalam tubuhnya yang menempel, pintu ruangan tersebut terbuka. Menampilkan seorang pria muda yang masuk ke dalam sana, dan berdiri di dekat tempat tidur.     

Pria itu menoleh ke arah orang tersebut. Sedangkan pria muda itu menarik nafasnya panjang sebelum mengatakan sesuatu.     

"Saya sudah menyampaikan maksud anda tuan. Dan benar dugaan anda nyonya Iren sangat marah, wanita itu begitu tidak suka dengan maksud yang saya sampaikan."     

Pria tua itu hanya memberikan kode dari kedipan matanya. Orang yang terbaring dengan lemah itu adalah Andi, pria itu terkena serangan jantung dan stroke yang menyebabkan dirinya harus masuk rumah sakit.     

###     

Happy reading dan terima kasih. Sehat terus buat kita semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.